Lebak – Sorotan publik kini tertuju pada Kepala Desa Karangnunggal, Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terkait dugaan pelanggaran dalam pengelolaan dana desa. Namun yang lebih disayangkan, Camat Cirinten justru terkesan bungkam dan enggan memberikan tanggapan apa pun. Sikap diam itu menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Selasa, (4/11/2025).
Dugaan pelanggaran mencuat setelah muncul informasi bahwa Kepala Desa Karangnunggal, Marno, diduga menyembunyikan data anggaran pengolahan pertanian sejak tahun 2022 hingga 2024 dengan total mencapai lebih dari Rp370 juta. Ironisnya, warga mengaku tidak pernah melihat hasil nyata dari kegiatan yang disebut-sebut telah dianggarkan tersebut.
Upaya konfirmasi wartawan kepada Marno pun tidak membuahkan hasil. Pesan dan panggilan yang dikirimkan tidak direspons. Tak ada penjelasan, tak ada klarifikasi — hanya diam.
Menanggapi hal itu, Amri, perwakilan LSM GMBI, menilai sikap tertutup sang kepala desa sebagai tindakan arogan dan melanggar hak publik atas informasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kalau benar dana sebesar itu digunakan tanpa kejelasan, maka ini bukan hal sepele. Bila terbukti ada penyalahgunaan, bisa dijerat Pasal 3 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara,” tegas Amri.
Lebih lanjut, Amri juga menyoroti sikap Camat Cirinten yang dinilai acuh dan tidak mengambil langkah apa pun terhadap dugaan pelanggaran tersebut.
“Camat itu kan pembina desa, bapaknya para kepala desa. Kalau ada masalah di wilayahnya, mestinya bersikap tegas dan transparan, bukan malah diam. Kalau hanya diam dan tidak melakukan tindakan, fungsi camat itu apa? Jangan cuma menerima gaji, tapi kerja sesuai tupoksi,” ujarnya dengan nada kecewa.
LSM GMBI menegaskan akan menempuh langkah hukum dan meminta Inspektorat Kabupaten Lebak turun langsung ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan mendalam.
Publik pun kini menanti keberanian aparat penegak hukum dalam menelusuri dugaan penyimpangan dana desa tersebut.
Apakah kebungkaman ini sekadar sikap pasif, atau justru pertanda adanya “permainan” di balik meja kekuasaan desa?
Waktu dan proses hukumlah yang akan menjawabnya.
(Juli).


