Serang, 24 Agustus 2025 – Praktik transparansi proyek pemerintah di Provinsi Banten kembali dipertanyakan. Sejumlah wartawan yang hendak meliput kegiatan proyek konstruksi Sport Centre Banten Internasional Stadium (BIS), Jalan Raya Serang–Pandeglang KM 1, Baros, justru dihadang dan dilarang masuk oleh petugas keamanan.
Larangan itu disampaikan langsung oleh seorang petugas keamanan bernama Jaenal, yang mengaku menjalankan perintah Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten, AR.
“Wartawan tidak boleh masuk untuk mengontrol proyek konstruksi di lingkungan Sport Sentre tanpa izin terlebih dahulu dari Kadis PUPR Provinsi Banten,” ujar Jaenal kepada awak media.
Hal senada diungkapkan Andi, komandan regu (Danru) keamanan proyek. Ia menyebutkan bahwa proyek ini dikerjakan perusahaan kontraktor CV. Putra Ciceri dengan nilai anggaran fantastis mencapai Rp14 miliar.
“Kalau mau masuk harus izin ke Pak Arlan (Kadis PUPR) dan konfirmasi ke Adia, pelteknya,” kata Andi.
Andi juga mengungkapkan bahwa pelaksana proyek adalah seorang pengusaha keturunan Tionghoa bernama Koh Deni. “Pelaksananya Koh Deni, dia yang pegang proyek ini,” ungkapnya.
Ironisnya, upaya konfirmasi resmi dari wartawan melalui pesan WhatsApp ke Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten hingga berita ini dipublikasikan tidak mendapatkan jawaban.
Klarifikasi Resmi Deni
Sebagai bentuk keberimbangan berita dan hak jawab, berikut pernyataan lengkap dari Deni, sebagai pelaksana pihak yang disebut dalam pemberitaan ini:
1. Tentang Permintaan Konfirmasi dan Pengelolaan Area
“Hak jawab menjadi kewajiban kami untuk pertanyaan lainnya bisa ditanyakan kepada pihak yang lebih tepat yaitu pengelola BIS.” (10.52)
“Sebagai informasi tambahan bahwa pengamanan di depan area adalah pengamanan untuk seluruh kawasan sport center sedangkan ruang lingkup pekerjaan kami hanyalah untuk Banten Internasional Stadion.” (10.54)
2. Klarifikasi Soal Identitas dan Tuduhan Tendensius
“Dan karena pemberitaan bapak sudah membawa-bawa masalah ras maka kami perjelas bahwa saya Deni adalah berketurunan Tionghoa campur Sunda campur Jawa.” (10.55)
“Karena walaupun diberitakan hanya sekilas menurut kami sangat tendensius dan tidak berguna.” (10.56)
“Kalau tidak berguna abaikan saja.”
“Maksudnya pemberitaan yang kami maksud tidak berguna adalah kata-kata anda yang menyebutkan saya keturunan Tionghoa tidak ada hubungannya dengan pekerjaan ini.” (10.57)
“Tolong semua jawaban saya dimasukkan ke dalam klasifikasi. Kalau ada satu kalimat yang diedit maka kami akan menempuh jalur hukum.” (10.58)
“Termasuk jawaban kami dalam chat ini harap dimuat dalam klasifikasi.” (11.03)
“Berita ini naik berdasarkan hasil konfirmasi dengan satpam.”
“Baik pak terima kasih tapi karena anda sudah melemparkan berita ini kepada kami dan nama kami dan nama perusahaan kami dimuat dalam berita anda maka kami memiliki hak jawab demi menjaga pemberitaan yang sehat dan berimbang.” (11.05)
“Adapun petugas keamanan di depan area sport center bukanlah karyawan kami sehingga mereka bekerja bukan atas instruksi kami.” (11.07)
4. Undangan dan Prosedur Akses Area
“Kami juga mengundang anda kalau ingin datang melihat pekerjaan kami untuk W.A dulu kepada kami biar kami yang meminta izin kepada keamanan di depan area sport center. Tapi kalau yang anda ingin lihat adalah sport center secara keseluruhan maka itu di luar kewenangan kami.” (11.11)
Tindakan penghalangan kerja jurnalistik ini oleh satpam sport center memunculkan tanda tanya besar. Mengapa proyek pemerintah dengan dana miliaran rupiah yang bersumber dari uang rakyat harus ditutup-tutupi dari liputan media? Padahal, proyek publik seharusnya bisa diakses secara terbuka untuk menghindari penyalahgunaan anggaran dan memastikan pekerjaan sesuai spesifikasi.
Penghalangan terhadap tugas jurnalistik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:
Pasal 4 Ayat (2): “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.”
Pasal 4 Ayat (3): “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Pasal 18 Ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Selain itu, tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan instansi pemerintah membuka informasi proyek pembangunan kepada masyarakat.
Wartawan Garda Terdepan Kontrol Sosial
Sebagai pilar keempat demokrasi, wartawan memiliki peran penting mengawasi jalannya pembangunan. Pelarangan liputan di proyek berskala besar seperti BIS justru menimbulkan kecurigaan adanya ketidaktransparanan. Sikap menutup diri dari sorotan media juga bertolak belakang dengan semangat reformasi birokrasi dan akuntabilitas anggaran publik.
Masyarakat berhak tahu bagaimana dana miliaran rupiah tersebut digunakan. Pers sebagai corong publik tidak boleh dibungkam. Jika benar Kadis PUPR memerintahkan larangan ini, aparat penegak hukum dan Komisi Informasi Publik harus turun tangan memeriksa motif di baliknya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten belum memberikan klarifikasi resmi. Sementara itu, polemik pelarangan wartawan liput proyek BIS terus menjadi sorotan publik, memunculkan pertanyaan besar: Ada apa di balik proyek miliaran rupiah yang dikerjakan secara tertutup ini?
(Tim)