Serang, detikrakyat.com — Di tengah masifnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi, muncul ironi yang mencoreng wajah penegakan hukum dan tata ruang di Kabupaten Serang. Proyek pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) di Desa Pudar, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. diduga kuat berjalan tanpa izin resmi, tanpa ada papan informasi proyek, dan tanpa kejelasan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang seharusnya menjadi dasar hukum pelaksanaan pembangunan. Pantauan awak media pada sabtu 18/10/2025,
Pembangunan yang diduga bernilai miliaran rupiah itu kini menjadi sorotan publik. Ketika awak media mencoba meminta klarifikasi di lapangan, salah satu pekerja menjawab polos:
“Kalau masalah perizinan saya tidak tahu bang, saya mah cuma pekerja doang, coba tanya sama kepala desa” katanya,
Jawaban sederhana namun mencolok ini justru membuka tabir lemahnya pengawasan. Proyek sebesar itu, berjalan tanpa dasar hukum yang jelas — bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan indikasi pelanggaran hukum terstruktur dan terencana.
Minim Transparansi dan Tak Ada Pelang Informasi
Hasil penelusuran menunjukkan tidak adanya papan proyek atau pelang PBG di lokasi. Padahal, sesuai Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, setiap pembangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan (saat ini disebut PBG) dan wajib memasang tanda izin secara terbuka di lokasi pembangunan.
Ketiadaan papan informasi bukan sekadar pelanggaran ringan, melainkan indikasi kuat adanya upaya menutupi proyek dari pantauan publik dan pengawasan pemerintah daerah.
Indikasi Pelanggaran Tata Ruang dan Perda Kabupaten Serang
Jika benar pembangunan dilakukan tanpa izin, maka proyek ini melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW), serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 sebagai turunan UU Cipta Kerja tentang penyelenggaraan bangunan gedung.
Pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana, sebagaimana diatur dalam: Pasal 115 dan 118 PP No.16 Tahun 2021, yang menyebut bahwa bangunan tanpa PBG dapat dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan pembangunan, pembongkaran, hingga pencabutan izin.
Pasal 45 ayat (1) dan (2) UU 28 Tahun 2002, yang mengancam pelaku pembangunan tanpa izin dengan pidana kurungan maksimal 3 tahun dan/atau denda maksimal Rp50 juta.
Dengan demikian, pihak yang memulai proyek tanpa izin dapat dimintai pertanggungjawaban hukum pidana maupun administratif.
Diamnya Dinas, Tanda Pembiaran?
Sementara itu, Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB) Kabupaten Serang terkesan menutup mata. Padahal, fungsi mereka adalah melakukan verifikasi, pengawasan, dan penegakan aturan tata ruang di wilayahnya. Sikap diam ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk pembiaran terhadap pelanggaran hukum.
Tak kalah penting, Satpol PP Kabupaten Serang sebagai penegak perda semestinya segera menyegel dan menghentikan kegiatan pembangunan sampai semua izin dipenuhi. Jika tidak, publik berhak curiga bahwa ada oknum yang “bermain mata” demi melancarkan proyek yang cacat prosedur.
SITAC Lempar Tanggung Jawab
Dalam proses pembangunan menara BTS, tahapan awal yang disebut Sitac (Site Acquisition) menjadi kunci. Tahapan ini mencakup penentuan lokasi, perizinan, hingga negosiasi lahan. Namun saat dikonfirmasi secara resmi, pihak Sitac bernama Beny justru melempar tanggung jawab dengan jawaban normatif:
“Pak, saya sudah koordinasi. Silakan bapak hubungi beliau,” ujarnya singkat.
Sikap tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa ada upaya pengaburan informasi dan minimnya keterbukaan publik.
Transparansi Publik Dikhianati
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat, bukan menimbulkan keresahan. Publik berhak tahu siapa pelaksana proyek, berapa nilainya, serta apakah izin dan tata ruangnya sesuai aturan.
Ketika proyek dilakukan secara diam-diam tanpa dokumen legal yang jelas, maka itu bukan pembangunan — itu penyelundupan kebijakan.
Pemerintah daerah wajib menegakkan aturan dengan menyelidiki dan menghentikan proyek sampai seluruh izin terpenuhi. Bila terbukti melanggar, maka pelaku — baik perusahaan, penyedia jasa, maupun oknum yang terlibat — harus diproses secara hukum tanpa pandang bulu.
Penegakan Hukum Jadi Harga Mati
Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Sebab membiarkan satu proyek ilegal berarti merusak sendi tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Jika pemerintah daerah ingin dipercaya publik, maka tindakan tegas terhadap proyek BTS ilegal di Desa Pudar adalah bukti nyata keberpihakan pada hukum dan rakyat.
“Aturan dibuat bukan untuk dilanggar, tapi untuk ditegakkan. Jika tidak ada tindakan, maka hukum hanya akan jadi dekorasi, bukan panglima.”
(Tim/red)