Lebak — Warga Kampung Margaluyu Desa Leuwidamar Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Banten, naik pitam. Pasalnya, kendaraan milik perusahaan perkebunan PTPN diduga dengan bebas melintasi jalan poros desa tanpa izin dari pihak desa maupun masyarakat sekitar. Rabu(15/10/2025).
Padahal jalan tersebut baru selesai dibangun menggunakan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2025, yang semestinya diperuntukkan bagi kepentingan umum warga, bukan kepentingan korporasi.
Warga menilai pihak perusahaan telah bersikap arogan dan tidak memiliki tanggung jawab sosial terhadap fasilitas desa. Mereka khawatir, beban berat dari kendaraan perusahaan yang membawa hasil sawit akan merusak jalan baru tersebut.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengatakan,
“Jalan ini dibangun pakai uang rakyat, bukan untuk kepentingan perusahaan. Kalau sudah rusak, mereka tidak akan peduli, malah pindah ke jalur lain. Kami warga jelas merasa dirugikan karena tidak ada tanggung jawab dari pihak perusahaan,” ucapnya tegas.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Leuwidamar memberikan keterangan singkat melalui pesan WhatsApp,
“Waalaikumsalam. Kami sudah menyerahkan keputusan ke masyarakat sekitar apakah mau mengizinkan atau tidak kendaraan perusahaan lewat. Tapi kami juga menghimbau agar kendaraan bermuatan berat dibatasi, karena kalau jalan rusak, masyarakat juga yang rugi,” jelasnya.
Sementara itu, Nugraha, Mandor Besar di perusahaan PTPN yang bersangkutan, ketika dikonfirmasi awak media soal izin melintas dan bentuk tanggung jawab perusahaan, enggan memberikan jawaban jelas. Ia hanya menuliskan singkat, “Tanya saja ke orang ini yang diberi mandat dari kantor,” sambil mengirim kontak bernama Aat.
Namun, saat wartawan mencoba menghubungi Aat, pesan hanya dibaca tanpa balasan sedikit pun.
Sikap bungkam ini memperkuat dugaan adanya ketertutupan dan kurangnya itikad baik dari pihak perusahaan terhadap masyarakat maupun media.
Tindakan perusahaan yang menggunakan jalan desa tanpa izin ini diduga kuat melanggar sejumlah peraturan, di antaranya:
1. Pasal 1365 KUH Perdata “Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan pelaku mengganti kerugian tersebut.”
2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 63 ayat (1): “Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak fungsi jalan.”
3. Pasal 63 ayat (3) menegaskan: “Badan usaha yang menyebabkan kerusakan jalan wajib melakukan perbaikan atau memberikan ganti rugi kepada pemerintah daerah.”
Jika terbukti benar, pihak PTPN dapat dimintai pertanggungjawaban hukum dan diminta melakukan perbaikan jalan atau ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan akibat aktivitasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan belum memberikan klarifikasi resmi. Tim media masih terus menelusuri fakta lapangan dan akan mengonfirmasi pihak-pihak terkait agar pemberitaan tetap berimbang.(Jul/Red)