Lebak, — Ali, Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan (Ekbang) Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, menyatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diperbolehkan mengelola anggaran ketahanan pangan (Ketapang) dari Dana Desa (DD) pada tahun 2022. Menurutnya, anggaran tersebut pada waktu itu dikategorikan sebagai program pemberdayaan atau hibah bersyarat, sehingga tidak ada aturan yang melarang BPD untuk mengelolanya.
"Kalau saya melarang BPD mengelola ketapang pada 2022, apa dasar hukumnya? Sementara tidak ada juknis maupun Permendes yang melarangnya," ujar Ali, Senin (15/9).
Ali menambahkan, ketentuan tersebut berbeda dengan tahun 2025. Pada tahun ini, BPD, Kepala Desa, dan perangkat desa sudah tidak diperbolehkan lagi mengelola anggaran Dana Desa karena adanya pasal yang secara tegas mengatur larangan tersebut.
"Ada aturan yang menyebutkan BPD, Kades, dan perangkat desa tidak boleh memiliki hubungan semenda dalam mengelola koperasi," imbuhnya.
Pernyataan Kasie Ekbang Kecamatan Maja itu mendapat sorotan serius dari Humas Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Banten, Dani Hamdani. Ia menilai adanya dugaan praktik menyimpang dalam proses pelolosan anggaran Dana Desa Ketapang di Desa Binong.
"Informasi yang kami himpun menyebutkan bahwa proses penganggaran tersebut diduga tidak melalui mekanisme yang benar, bahkan diarahkan secara sepihak. Hal ini jelas menyesatkan, melanggar aturan tata kelola Dana Desa, serta berpotensi merugikan masyarakat," tegas Dani.
Menurutnya, BPD tidak boleh secara langsung mengelola anggaran Dana Desa, karena fungsi utama BPD adalah melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan penggunaan Dana Desa, termasuk alokasi untuk program ketahanan pangan.
"Dasar hukum yang jelas sudah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, serta Permendagri Nomor 110 Tahun 2016. Semua itu harus dijadikan pedoman oleh anggota BPD," jelas Dani Hamdani.
PPWI Banten juga menyampaikan sejumlah tuntutan terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan tersebut:
1. Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan investigasi mendalam.
2. Inspektorat Kabupaten Lebak diminta turun tangan melakukan audit secara transparan dan terbuka.
3. Pemerintah Kabupaten Lebak harus memberikan penjelasan publik terkait mekanisme penganggaran DD Ketapang di Kecamatan Maja.
4. Masyarakat desa diimbau aktif mengawasi agar tidak terjadi lagi praktik “akal-akalan” dalam pengelolaan Dana Desa.
“Dana Desa adalah hak rakyat yang wajib dikelola sesuai aturan dan kebutuhan masyarakat, bukan menjadi alat kepentingan pihak tertentu. Dugaan penyimpangan yang dilakukan Ekbang Kecamatan Maja tidak boleh dibiarkan, karena bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola keuangan desa di Kabupaten Lebak. Kami menegaskan, jangan ada lagi ruang bagi penyalahgunaan kewenangan atas nama pembangunan desa,” pungkas Dani Hamdani.
(Tio/Jul/Red)