![]() |
SERANG - Aktivitas pertambangan Galian C di wilayah Serang Timur kembali marak dan menjadi perhatian publik. Kegiatan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk kalangan mahasiswa yang menilai aktivitas tambang tersebut mengabaikan aspek keselamatan dan kelestarian lingkungan.
Ketua 2 Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) STAI Assalamiyah Kabupaten Serang, M. Fahruroji Ramadhan, menyesalkan beroperasinya kembali galian tanah merah yang diduga tidak memperhatikan dampak sosial dan ekologis di sekitarnya.
Menurut Fahruroji, aktivitas Galian C telah menimbulkan sejumlah persoalan di lapangan, seperti jalan menjadi licin akibat tanah yang tercecer serta adanya parkir liar truk pengangkut tanah yang mengganggu lalu lintas. Kondisi tersebut dinilai meningkatkan risiko kecelakaan di jalan raya.
“Kejadian jalan yang licin serta parkir liar akibat aktivitas galian C menunjukkan bahwa pengelola tambang tidak memperhatikan dampak lingkungan dan keselamatan masyarakat. Hal ini sangat berbahaya, terutama bagi pengendara yang melintas di area tersebut,” ujar M. Fahruroji Ramadhan, Sabtu (11/10/25)
Ia mendesak aparat kepolisian, khususnya Kapolres Serang, untuk segera bertindak menertibkan aktivitas tambang yang berpotensi membahayakan masyarakat.
“Kami berharap pihak pemerintahan dan kepolisian segera mengambil langkah konkret untuk mengevakuasi izin galian C yang tidak taat aturan serta menindak parkir liar di sekitar jalan Cirabit. Mengapa harus menunggu korban dulu baru bertindak? Itu bukan pencegahan, melainkan pembiaran,” tegasnya.
Lebih lanjut, Fahruroji meminta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten, Gubernur Banten, dan Bupati Serang melakukan inspeksi teknis terhadap operasional tambang tersebut. Evaluasi mendalam diperlukan untuk memastikan aktivitas tambang berjalan sesuai regulasi serta tidak merugikan masyarakat.
Selain aspek keselamatan, dampak lingkungan dari galian tanah merah juga menjadi perhatian utama. Aktivitas pertambangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan erosi, pencemaran udara akibat debu, serta kerusakan lahan yang sulit dipulihkan. Jika tidak diawasi secara ketat, kerusakan tersebut dapat menurunkan produktivitas tanah dan merusak ekosistem setempat.
“Pengelola galian harus bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan. Jangan hanya mencari keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan kerugian sosial dan ekologis masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata,” jelas M. Fahruroji Ramadhan.
Ia juga menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal. Pemerintah, menurutnya, harus berani memberikan sanksi administratif hingga penghentian operasional terhadap pelanggar aturan.
“Jangan sampai tambang-tambang ini dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan. Jika ada pelanggaran, harus ada tindakan tegas,” ujarnya.
Selain itu, Fahruroji mendorong masyarakat agar lebih aktif mengawal isu ini. Ia menilai warga yang terdampak harus berani melaporkan jika menemukan aktivitas tambang yang merugikan mereka.
“Kita semua punya tanggung jawab menjaga lingkungan agar tetap aman dan nyaman. Jika ada pelanggaran, masyarakat harus berani melaporkan ke instansi terkait,” katanya.
Ia menegaskan bahwa PMII akan terus mengawal kebijakan terkait pengelolaan tambang di Serang Timur.
“Kami dari PMII akan terus menyuarakan kepentingan rakyat dan memastikan pemerintah bertindak tegas terhadap pelaku tambang yang tidak bertanggung jawab. Jika perlu, kami akan turun langsung ke lapangan untuk melakukan investigasi dan advokasi bersama masyarakat,” tandasnya.
Dengan semakin maraknya aktivitas pertambangan di Serang Timur, masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pemerintah daerah, kepolisian, dan instansi terkait. Tanpa penanganan tegas, persoalan ini dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap lingkungan dan keselamatan publik.
Tim